BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang mendasar bagi
setiap individu. Kesehatan juga merupakan topik yang tak pernah habis jika di
bicarakan. Selalu mengundang perhatian dari berbagai pihak. Banyaknya sorotan
baik yang sifatnya sebagai saran, kritikan bahkan gunjingan tak pernah lepas
dari dunia kesehatan. Ini merupakan masalah yang hakiki. Masalah kita bersama.
Masalah kesehatan bukan hanya masalah individu, akan tetapi masalah kita semua,
masalah kelompok. Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara
berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama ialah aspek
fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit,
sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.
Guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tentu saja diperlukan
upaya-upaya optimal dalam memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, sehingga
nantinya dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dibanding dengan
negara-negara tetangga lainnya, kualitas kesehatan di Indonesia masih dan terus
tertingal.Salah satu penyebabnya adalah rendahnya akses terhadap perawatan
kesehatan dikarenakan mahalnya biaya perawatan Masalah kesehatan tidak hanya
terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia saja tetapi juga terjadi dan
menjadi tanggung jawab Dunia , Untuk itu penulis akan menguraikan apa saja
masalah kesehatan terkini di Indonesia dan dunia dalam makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja permasalahan kesehatan terkini di
Indonesia
1.2.2. Apa saja permasalahan kesehatan terkini di
dunia
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan
terkini di Indonesia
1.3.2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan
terkini di dunia
1.4. Metode Penulisan
Penulis
menggunakan metode kepustakaan di mana penulis mencari data lewat internet dan
buku sumber.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Masalah Kesehatan di Indonesia
§ Derajat Kesehatan
§ Kerjasama Lintas Sektoral
§ Kebijakan Pembangunan Kesehatan
§ Sistem Pembiayaan Pembangunan
Kesehatan
§ Penyelenggaraan Pembangunan
Kesehatan
§ Mutu Sarana Kesehatan
§ Perbekalan Kesehatan
v Derajat Kesehatan
Setidaknya ada 7 faktor pokok yang
menyebabkan derajat kesehatan masyarakat rendah, yang antara lain :
1. Ketimpangan
derajat disparitas kesehatan
Berdasar data-data yang ada, secara umum, status
kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia telah mengalami peningkatan walaupun
masih lebih rendah dibandingkan dengan status kesehatan di negara ASEAN seperti
Thailand, Malaysia, dan Filipina. Ketimpangan derajat kesehatan masyarakat
terlihat pada antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar
perkotaan-pedesaan (Bappenas, 2007). Angka kematian balita %til golongan
termiskin menunjukkan 4 kali lebih tinggi yaitu 61 dibandingkan dengan 17 /1000
kelahiran pada kelompok terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka
kematian ibu melahirkan lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah, di
pedesaan, dan kawasan bagian timur Indonesia. Selain itu, cakupan imunisasi dasar
bagi anak balita dari penduduk golongan miskin lebih rendah dibanding golongan
kaya. Tingginya kematian anak dan balita yang berstatus gizi kurang dan
buruk di daerah pedesaan relatif lebih tinggi dibanding anak perkotaan. Sedangkan
kematian ibu yang tinggi dikarenakan masih rendahnya persalinan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih. Hal ini semua dikarenakan oleh berbagai hal yaitu
selain penduduk miskin lebih rentan terhadap berbagai infeksi seperti ISPA,
diare, tetanus neonatorum, juga karena berbagai komplikasi lain serta karena
penyakit tuberkulosis paru, malaria dan HIV/AIDS yang lebih banyak diderita
oleh penduduk miskin. Akses pelayanan kesehatan yang rendah
ini disebabkan karena kendala geografis, psikologis, dasar indikator angka
kematian bayi, kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup dan prevalensi gizi
kurang.
2. Masalah double burden of diseases
Pergeseran
pola penyakit infeksi seperti tuberculosis paru, ISPA, malaria, diare dan
penyakit kulit menjadi penyakit jantung & pembuluh darah , diabetes
mellitus (DM) dan kanker, telah menyebabkan terjadinya polarisasi penyakit Penyakit tidak
menular tersebut telah menduduki urutan ke – 5 besar penyakit terbanyak di
Indonesia .Selain itu, penyakit baru ( emerging diseases) seperti demam
berdarah (DBD), HIV dan AIDS, Chikungunya dan Severe Acute Respiratory
Syndrom (SARS) mulai bermunculan. Polarisasi penyakit tersebut menjadikan
beban ganda dalam waktu yang bersamaan (double burden), disertai
meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang
bergeser ke usia produktif dan lanjut menyebabkan terjadinya tuntutan perubahan
jumlah dan jenis pelayanan kesehatan masyarakat
3. Rendahnya upaya
pencegahan dan perilaku hidup sehat
Masalah kesehatan masyarakat Indonesia sebenarnya dapat
dicegah secara teoritis atau diintervensi dengan upaya sederhana dan
terjangkau, namun kenyataannya berbagai masalah masih muncul akibat rendahnya
pelayanan pencegahan kesehatan (Wilopo, 2006). Oleh karena itu , upaya
peningkatan pencegahan kesehatan dasar merupakan masalah pokok dalam
meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Rendahnya upaya peningkatan
pencegahan kesehatan dasar merupakan masalah pokok dapat dilihat dari
berbagai indikator seperti angka imunisasi lengkap, angka anak diare,
angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan , angka penemuan kasus TB
baru ( Case Detection Rate). Cakupan imunisasi lengkap untuk umur
12 – 23 bulan ternyata baru mencapai 58%, dengan variasi antara 23.7% di Papua
Barat dan 93,8% di DIY . Perilaku masyarakat yang tidak sehat lainnya adalah
tingginya kebiasaan merokok yaitu sebesar yang dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan.
4. Masih rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan
Hal ini terlihat dari masih rendahnya akses masyarakat terhadap
air bersih dan sanitasi dasar. Persentase rumah tangga yang mempunyai akses
terhadap air bersih baru mencapai 50%.
5. Masih rendahnya
keterjangkauan pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan
Hampir di semua kabupaten atau Kota telah memiliki RS
Pemerintah, namun kualitas pelayanan sebagian besar masih rendah, yang
berakibat banyak anggota masyarakat kurang puas terhadap mutu pelayanan RS dan
Puskesmas. Ketidak puasan terutama dikarenakan lambatnya pelayanan, kesulitan
administrasi dan lamanya waktu tunggu.
6. Mahalnya harga
obat dan pembiyaan kesehatan
Berbagai suplemen dan obat-obatan dan makanan
semakin banyak di pasaran yang dijual bebas. Masyarakat membutuhkan pelayanan
dalam menjamin kualitas obat dan makanan yang beredar dan dikonsumsi. Karena
sebagai dampak globalisasi yang terkait perdagangan bebas, kondisi kesehatan
masyarakat, menjadi semakin rentan akibat konsumsi obat dan makanan yang tidak
memenuhi persyaratan dan mutu dan keamanan. Pendidikan tentang bahaya
penggunaan obat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat perlu
dilakukan terus menerus. Faktor pembiayaan
seringkali menjadi penghambat masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Faktor yang merupakan faktor pendukung (enabling factors)
masyarakat untuk berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui
asuransi kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan untuk
pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja
sektor industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga
Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal
dan asuransi perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi
kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran
masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya
kuratif yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi
atau habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma
masyarakat menjadi Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas
kesehatan secara terus menerus.
7. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi yang tidak
merata
- Indonesia membutuhkan kecukupan tenaga kesehatan di
semua aspek. Pada tahun 2007 diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat
dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2.7 dokter gigi, 3.0 dokter spesialis dan
8.0 bidan . Sedangkan Tenaga Kesehatan Masyarakat per 100.000 penduduk
baru dilayani oleh 0.5 Sarjana Kesehatan Masyarakat, 1.7 Apotheker, 6.6
ahli gizi, 0.1 tenaga epidemiologi, 4.7 tenaga sanitasi. Keterbatasan ini
diperburuk dengan ketidak merataannya tenaga kesehatan misalnya
sebanyak 2/3 tenaga kesehatan berada di pulau Jawa. Penyebaran tenaga kesehatan
yang belum merata,
- Mutu pendidikan yang belum memadai,
- Komposisi tenaga kesehatan yang timpang karena masih
sangat didominasi oleh tenaga medis serta
- Kinerja dan produktivitas yang rendah.
- Koordinasi lintas sektor khususnya dengan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal peningkatan jumlah lulusan 4 dokter
spesialis dasar yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit kabupaten untuk
meningkatkan mutu pelayanannya masih kurang.
- Disamping itu, diperlukan juga tinjauan dan penataan
ulang sistem pendidikan tenaga kesehatan lainnya baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta.
- Isu pengembangan tenaga kesehatan adalah pendayagunaan
tenaga, dimana distribusi tenaga yang tidak merata menjadi masalah utama.
- Pengembangan karier tenaga sangat perlu dikembangkan,
yang meliputi tenaga sektor publik dan tenaga kesehatan sektor swasta.
- Semua upaya diatas memerlukan dukungan sistem informasi
tenaga yang menyeluruh, terpadu dan berdaya guna.
- Petugas kesehatan
yang professional
- Pelaksana
pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis keperawatan,
paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi). Profesionalitas
tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan
kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan
di bawah standar akibat beberapa syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan
ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga sesuai kompetensi
atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Kurangnya pengetahuan dan
motif ekonomi sering menjadikan standar pelayanan belum dikerjakan secara
maksimal. Masyarakat cenderung menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan
dan keterpaksaan. Walaupun pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu
pelayanan kesehatan di Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi
tenaga kesehatan maupun program peningkatan kompetensi dan pemerataan
distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh petugas kesehatan mendukung.
Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas kesehatan yang masih banyak
menyimpang dari tujuan awal keberadaannya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin sedangkan aspek preventif dan
promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan. Perilaku sehat masyarakat pun
mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh perilaku sakit, yaitu
memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
Selain itu masalah-masalah kesehatan terkait
factor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain.
-
Lingkungan
Lingkungan
yang bersih dan sehat tentu akan mempengaruhi derajat kesehatan di mana
masyarakat akan lebih sehat. Indoneisa yang merupakan Negara berkembang di mana
masyarakatnya masih tidak peduli dengan keadaan lingkungan sekitar sehingga tak
jarang banyak penyakit yang menyerang masyarakat akibat lingkungan yang kotor
dan tercemar seperti diare, malaria dan sebagainya.
-
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada
penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat memiliki urutan kedua
faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan.
Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah
kesehatan sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor
kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang
mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya
perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa
pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin
(afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat
timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung
tanpa didasari kedua respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak
bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku
tertentu.Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan
membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan
kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat
dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat. Sikap setuju terhadap suatu
perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan yang mendasari perilaku
diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif. Bila
seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh
petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
-
Pelayanan kesehatan
Pelayanan
kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat kesehatan optimal. Tercapainya
pelayanan kesehatan yang sesuai standar membutuhkan syarat ketersediaan sumber
daya dan prosedur pelayanan. Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang
perilaku sehat masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau
swasta membutuhkan prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang
profesional), sumber daya sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung)
seta sumber daya dana (pembiayaan kesehatan). Di
sebagian besar wilayah Indonesia,sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas
kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang
ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang
tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk
pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya
sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak
menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit
oleh kaum miskin masih amat rendah.
-
Keturunan (genetik)
Beberapa
masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik tidak hanya
penyakit keturunan seperti hemophilia, Diabetes Mellitus, infertilitas dan
lain-lain tetapi juga masalah sosial seperti keretakan rumah tangga sampai
perceraian, kemiskinan dan kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang
timbul akibat faktor genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap
penyebab genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar
masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi
pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil keputusan
(tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa wilayah). Intervensi berupa
pendidikan kesehatan melalui konseling genetik, penyuluhan usia reproduksi,
persiapan pranikah dan pentingnya pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko
munculnya penyakit atau masalah kesehatan pada keturunannya.
v Kerjasama Lintas Sektor
- Masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional
perlu kerjasama lintas sektor
- Isu utamanya adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan
kerjasama lintas sektor yang lebih efektif (selama ini cenderung, kurang
koordinasi dan kerjasama)
- Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama in
hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor.
- Beberapa program sektoral masih ada yang tidak atau
kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi
kesehatan masyarakat.
- Sebagian dari masalah kesehatan adalah akibat dari
beberapa faktor, terutama lingkungan dan perilaku, berkaitan erat dengan
berbagai kebijaksanaan maupun pelaksanaan program di sektor luar
kesehatan.
- Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sektor yang
sangat baik, agar sektor terkait dapat selalu memperhitungkan dampak
programnya terhadap kesehatan masyarakat.
- Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelayanan
kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi
pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan,
perdagangan, dan sosial budaya.
- Subsidi pemerintah hanya 30 persen dari total biaya
kesehatan, sedangkan 70 persen biaya kesehatan masih merupakan tanggung
jawab masyarakat, dan didominasi oleh sistem pembayaran tunai secara
individual.
- Dampak dari keadaan tersebut diatas adalah kesulitan
dalam menerapkan kebijakan kendali biaya dan juga memberatkan pemakai jasa
pelayanan.
- Padahal biaya kesehatan cenderung akan semakin
meningkat dan menjadi tidak terjangkau apabila pola pembiayaan seperti
diuraikan diatas masih terus berlangsung
v Penyelenggaraan Pembangunan
Kesehatan
- Pola penentuan kebijakan dan pola pembiayaan yang telah
diterapkan selama ini berpengaruh sangat kuat terhadap penyelenggaraan
pembangunan kesehatan.
- Mutu pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai dengan
standar yang berlaku sulit diperoleh, terutama bagi masyarakat miskin dan
masyarakat yang berada di daerah terpencil.
- Penyelenggaran pembangunan kesehatan masih belum
ditopang oleh pemanfaatan kemajuan ilmu dan teknologi yang tepat guna.
- Penyelenggara pembangunan kesehatan masih belum
sepenuhnya menerapkan etika dan moral yang tinggi.
- Dampak dari kondisi tersebut adalah penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di Indonesia yang belum sepenuhnya dilaksanakan
secara profesional.
v Mutu Sarana Kesehatan
- Sekalipun jumlah dan penyebaran sarana kesehatan
dinilai telah memadai, namun jika ditinjau dari aspek mutu, pelayanan
masih dibawah standar.
- Beberapa sarana kesehatan lainnya, seperti rumah sakit
belum memenuhi standar minimal.
- Dalam keadaan seperti ini, mutu pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan menjadi masih jauh dari yang diharapkan.
- Iklim yang kondusif bagi peningkatan peran serta swasta
baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan belum tercipta secara optimal.
- Birokrasi dalam segi perijinan dan peraturan yang harus
ditempuh seakan-akan menghambat partisipasi sektor swasta dalam
pembangunan kesehatan
v Perbekalan Kesehatan
- Sebagian besar bahan baku obat untuk keperluan industri
farmasi dan alat kesehatan yang berteknologi maju masih tergantung dari
impor yang menyebabkan harganya meningkat karena depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing.
- Aksesibilitas masyarakat yang membutuhkan, diupayakan
dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur yaitu jalur pelayanan sektor
publik dan sektor swasta.
- Kemampuan analisis kebutuhan obat esensial yang
menggunakan pendekatan bottom up planning sesuai dengan pola penyakit
merupakan masalah utama.
- Masalah lain adalah yang menyangkut pemeliharaan
perbekalan kesehatan, disamping standarisasi dan kaliberasi alat-alat yang
digunakan.
Selain itu masalah kesehatan di Indonesia terkait dengan
transisi kesehatan
Fenomena transisi kesehatan kini menjadi tantangan di
dunia kesehatan Indonesia. Insiden penyakit tidak menular terus bertambah,
sedangkan insiden penyakit menular masih tetap tinggi. Di Indonesia juga
terjadi kesenjangan sosial yang mencolok. Pada tingkat sosial ekonomi yang
rendah, penyakit infeksi seperti Tuberkulosis, Kusta, dan Diare, masih tetap
tinggi. Penyakit menular lainnya, New Emerging Disease seperti Flu
Burung dan SARS juga terus bermunculan, sedangkan penyakit “lama”, diantaranya
Malaria, Kolera, dan Difteri, timbul kembali (Re-Emerging Disease).
Menurut penelitian oleh Prasedono dkk pada tahun 2005 di daerah Sumatera, Jawa,
dan Bali jumlah kematian akibat penyakit tidak menular ditemukan lebih tinggi
daripada jumlah kematian akibat penyakit menular. Akan tetapi, menurut
penelitian tersebut, di Kawasan Indonesia Timur penyebab kematian utama masih
merupakan penyakit menular.
Transisi kesehatan disebabkan oleh dua hal, yaitu
transisi demografi dan transisi epidemiologi. Transisi demografi diakibatkan
oleh perubahan-perubahan seperti urbanisasi, industrialisasi, meningkatnya pendapatan
dan tingkat pendidikan, serta berkembangnya teknologi kesehatan dan kedokteran
di masyarakat. Sedangkan transisi epidemiologi muncul karena perubahan pola
kematian, terutama akibat infeksi, angka fertilitas total, angka harapan hidup
penduduk yang semakin tinggi, dan meningkatnya penyakit tidak menular atau yang
disebut juga sebagai penyakit kronik.
Menurut dr.Endang Rahayu Sedyaningsih,MPH,Dr.PH, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia pembangunan kesehatan Indonesia kini diarahkan
pada peningkatan upaya promotif dan preventif, selain dari peningkatan atas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama penduduk miskin. Pelayanan
promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik
lagi, sedangkan preventif merupakan usaha pencegahan agar masyarakat tidak
jatuh sakit atau terhindar dari penyakit. Upaya promotif dan preventif tersebut
meliputi penyakit menular dan penyakit tidak menular, dengan cara memperbaiki
kesehatan lingkungan, gizi, perilaku, dan kewaspadaan dini.
Di Indonesia dalam kurun waktu 15
tahun (1985-2000) angka kematian akibat penyakit infeksi seperti diare,
diphteri, pertusis, campak, tetanus, dan malaria menunjukkan penurunan yang
cukup berarti. Namun masih ada penyakit infeksi sebagai penyebab kematian yang
mengalamipeningkatan seperti tuberculosis, tifus dan hepatitis virus.
Sebaliknya angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit degeneratif, yaitu
penyakit jantung-pembuluh darah dan neoplasma meningkat dengan tajam hampir
tiga kali lipat (Djaja, 2001). Hal ini berarti di Indonesia transisi
epidemiologi masih terns berlangsung sebagai akibat transisi demografi dan
kesenjangan sosial ekonomi yang besar. Begitu juga pada masa kini, penyakit
yang paling banyak menyerang masyarakat adalah penyakit tidak menular.
Transisi epidemiologi dan demografi,
juga perkembangan ekonomi mengakibatkan negara-negara menghadapi peningkatan
beban akibat Penyakit Tidak Menular (PTM). Pada 1999, PTM diperkirakan
bertanggung jawab terhadap hampir 60% kematian di dunia dan 43% dari beban
penyakit dunia . Diprediksikan pada tahun 2020 penyakit ini akan mencapai 73
persen kematian di dunia dan 60 persen dari beban penyakit dunia (WHO, 2002).
Di negara WHO SEARO (South East
Asia Regional Office) termasuk Indonesia pada tahun 2000 dilaporkan 52
persen penyebab kematian adalah akibat PTM, 9 persen akibat kecelakaan dan 39
persen akibat Penyakit Menular (PM) serta penyakit lainnya. Ini berarti di
negara berkembang telah terjadi pergeseran penyakit penyebab kematian utama,
dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
Adanya perubahan gaya hidup akibat
era globalisasi yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko
penyebab yang seharusnya dapat dicegah mengakibatkan penyakit tidak menular
yang berkaitan dengan gaya hidup dan disabilitas akibat penyakit kronis akan
mengalami peningkatan dengan meningkatnya umur harapan hidup, sementara
penyakit menular tertentu masih tetap tinggi.
Melalui
serangkaian studi mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
dilakukan menunjukkan adanya pergeseran transisi kesehatan. Kondisi kesehatan di Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa tahun terakhir.
Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas
kesehatan publik serta dampak dari program keluarga berencana. Meski demikian
masih terdapat tantangan baru sebagai akibat perubahan sosial dan ekonomi:
1. Pola
penyakit yang semakin kompleks, Indonesia saat ini berada pada pertengahan
transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara
penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Kemudian saat ini
penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di
Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan
penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat
parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu
dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara
tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun
dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran
hidup. Perubahan yang diiringi semakin kompleksnya pola penyakit merupakan
tantangan terbesar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional
dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan. Dibanyak propinsi, angka kematian
bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan dengan situasi di beberapa
negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang paling
buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan
bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan. Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun
dari keluarga termiskin mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan
anak dari keluarga terkaya. Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang
disebabkan dari penyakit menular maupun penyakit tidak menular, telah
mengurangi kemampuan orang miskin untuk menghasilkan pendapatan, dan hal ini
berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3.
Menurunnya kondisi dan penggunaan fasiitas kesehatan publik serta kecenderungan
penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta. Program kontrol
penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya mengurangi kurang dari sepertiga
penduduk yang diperkirakan merupakan penderita baru tuberkulosis. Secara
keseluruhan, pengunaan fasiitas kesehatan umum terus menurun dan semakin banyak
orang Indonesia memiih fasiitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta
ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta
mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari
dua pertiga fasiitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih
dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan
sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak
swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan
kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis,
sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
4.
Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang. Pembiayaan kesehatan saat ini
lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang
harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya
kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi
yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara
keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
pengeluaran pemerintah maupun pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan
asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga
mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi
kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih
harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar
pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan
kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Dampaknya, mereka menerima lebih
sedikit subsidi dana pemerintah untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk
yang kaya. Sebanyak 20 persen penduduk termiskin dari total penduduk menerima
kurang dari 10 persen total subsidi kesehatan pemerintah sementara seperlima
penduduk terkaya menikmati lebih dari 40 persen.
5.
Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru. Saat ini,
pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasiitas kesehatan.
Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan
meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun
2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif
terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan
berdampak juga pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan
pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang
penting.
6. Angka
penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih
terlokalisir. Diperkirakan sekitar 120. 000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh
HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang
sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat
aktifitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut
menyebar lebih lambat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan
tetapi penularan virus tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi,
yaitu penduduk yang tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus
tersebut, seperti menggunakan kondom pada aktivitas seks komersial atau
menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.
Selain
itu masalah gizi pada anak-anak juga masih melanda Indoneisa terutama di
daerah-daerah berkembang.
2.2. Masalah kesehatan terkini di
dunia
Masalah kesehatan yang melanda dunia
adalah masalah kesehatan terkait dengan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi wanita,
penyakit tidak menular dan penyakit menular, masalah kesehatan pada remaja.
Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan
dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga
kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.
Semuanya itu telah diperhatikan oleh beberapa negera di dunia terutama
negera-negara maju. Masalah kesehatan yang paling tinggi adalah Adanya perubahan gaya hidup akibat
era globalisasi yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko
penyebab yang seharusnya dapat dicegah mengakibatkan penyakit tidak menular
yang berkaitan dengan gaya hidup dan disabilitas akibat penyakit kronis akan
mengalami peningkatan dengan meningkatnya umur harapan hidup, sementara
penyakit menular tertentu masih tetap tinggi.
Untuk penyakit tidak menular dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan perubahan gaya hidup akbiat
era globalisasi. Penyakit-penyakit yang perlu di waspadai karena merupakan
masalah kesehatan dunia terkini antara lain.
1. Hipertensi
Hipertensi kini merupakan masalah
kesehatan dunia yang mencemaskan dan menyebabkan beban biaya kesehatan semakin
meningkat .Dalam statistik kesehatan dunia tahun 2012, WHO melaporkan bahwa
hipertensi adalah suatu kondisi beresiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51%
dari kematian akibat stroke dan 45% dari jantung koroner. Pada tahun 2011, WHO
mencatat satu ilyar orang di dunia
menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat dan diprediksi
pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di dunia terkena serangannya.
Peringatan WHO tahun 2013 mengusung tema hipertensi karena banyak orang yang
tak mengenali dan memahami bahayanya. Hipertensi sering kali tak bergejala
sehingga sering di sebut Silent Killer
atau pembunuh terselubung yang tak di sadari.
2. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner telah
menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena diketahui menjadi penyebab
kematian nomor satu
3. Stroke
Menjadi salah satu masalah kesehatan
karena menurut WHO merupakan penyebab kematian kedua setelah jantung koroner.
Dan penyakit-penyakit tidak menular
lainnya. PTM dikenal dengan sebutan Silent
Killer, bisa membunuh secara diam-diam, dan ketika terdeteksi oleh
penderita, sudah pada tingkat keparahan yang tinggi dan sudah sulit
disembuhkan, dan biasanya akan berakhir dengan kecacatan atau kematian. Tidak
ada Faktor yang spesifik dan dominan penyebab PTM ini. Faktor risiko penyakit
ini cukup banyak dan saling berinteraksi. Berbagai penelitian menyebutkan faktor
risiko yang sering ditemukan adalah pada perilaku yaitu merokok, minum
beralkohol, makanan (Fastfood dengan kolestrol tinggi), dan kurangnya aktivitas
fisik. Pencegahan yang bisa kita lakukan ya..dengan mengubah perilaku kita
menjadi perilaku yang sehat,menjaga pola makan yang baik dan sehat, sering
berolahraga dan hindari rokok dan minum alkohol.
Adanya
penyakit infeksi yang baru ataupun penyakit infeksi lama yang muncul kembali
merupakan konskuensi logis dari sebuah proses evolusi alam, selain itu kemampuan
mikroba pathogen untuk mengubah dirinya, manusia dengan perubahan teknologi dan
perilakunya juga memberikan peluang kepada mikroba untuk secara alamiah
merekayasa dirinya secara genetik, perubahan iklim global juga turut campur
dalam timbul dan berkembangnya penyakit baru ini.Penyakit infeksi yang menjadi
masalah dunia adalah (new emerging Infectious Disease). Sebut saja HIV
(1983), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009). Penyakit ini
rata-rata disebabkan oleh virus lama yang berganti baju (baca:bermutasi) itulah
yang menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya dengan cepat. Akibatnya
angka kesakitan dan kematian pada penyakit ini sangat tinggi dan berlangsung
sangat cepat.
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Permasalahan kesehatan terkini di
Indonesia berkaitan dengan Derajat
Kesehatan , Kerjasama Lintas Sektoral, Kebijakan Pembangunan Kesehatan , Sistem
Pembiayaan Pembangunan Kesehatan , Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan , Mutu
Sarana Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan. Selain itu terkait dengan transisi
kesehatan yaitu transisi demografi dan epidemiologi di mana sekarang penyakit
yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat tertinggi adalah penyakit tidak
menular selain dari penyakit menular. Permasalah kesehatan terkini di dunia
lebih pada penyakit tidak menular yang semakin merajalela seperti hipertensi,
stroke, jantung koroner, diabetes mellitus dan sebagainya.
3.2. SARAN
Pemerintah Indonesia lebih
memperhatikan permasalahn kesehatan yang ada dengan membentuk program-program
kesehatan yang tepat sasaran. Dapat lebih mengatur pembiayaan kesehatan secara
lebih baik. Tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik
sehingga masyarakat tidak khawatir begitu pula dengan masyarakat agar lebih
memperhatikan perlikau hidup bersih dan sehat sehingga terhindar dari berbagai
masalah kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar