Sabtu, 14 Maret 2015

Sejarah & Pendekatan KesMas_Permasalahan Kesehatan Terkini

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang mendasar bagi setiap individu. Kesehatan juga merupakan topik yang tak pernah habis jika di bicarakan. Selalu mengundang perhatian dari berbagai pihak. Banyaknya sorotan baik yang sifatnya sebagai saran, kritikan bahkan gunjingan tak pernah lepas dari dunia kesehatan. Ini merupakan masalah yang hakiki. Masalah kita bersama. Masalah kesehatan bukan hanya masalah individu, akan tetapi masalah kita semua, masalah kelompok. Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Pertama ialah aspek fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tentu saja diperlukan upaya-upaya optimal dalam memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, sehingga nantinya dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dibanding dengan negara-negara tetangga lainnya, kualitas kesehatan di Indonesia masih dan terus tertingal.Salah satu penyebabnya adalah rendahnya akses terhadap perawatan kesehatan dikarenakan mahalnya biaya perawatan Masalah kesehatan tidak hanya terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia saja tetapi juga terjadi dan menjadi tanggung jawab Dunia , Untuk itu penulis akan menguraikan apa saja masalah kesehatan terkini di Indonesia dan dunia dalam makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja permasalahan kesehatan terkini di Indonesia
1.2.2. Apa saja permasalahan kesehatan terkini di dunia

1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan terkini di Indonesia
1.3.2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan terkini di dunia
1.4. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode kepustakaan di mana penulis mencari data lewat internet dan buku sumber.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Masalah Kesehatan di Indonesia

§  Derajat Kesehatan
§  Kerjasama Lintas Sektoral
§  Kebijakan Pembangunan Kesehatan
§  Sistem Pembiayaan Pembangunan Kesehatan
§  Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan
§  Mutu Sarana Kesehatan
§  Perbekalan Kesehatan

v  Derajat Kesehatan
Setidaknya ada 7 faktor pokok yang menyebabkan derajat kesehatan masyarakat rendah, yang antara lain :

1.  Ketimpangan derajat disparitas kesehatan
Berdasar data-data yang ada, secara umum, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia telah mengalami peningkatan walaupun masih lebih rendah dibandingkan dengan status kesehatan di negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Ketimpangan derajat kesehatan masyarakat terlihat pada antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan (Bappenas, 2007). Angka kematian balita %til golongan termiskin menunjukkan 4 kali lebih tinggi yaitu 61 dibandingkan dengan 17 /1000 kelahiran pada kelompok terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah, di pedesaan, dan kawasan bagian timur Indonesia. Selain itu, cakupan imunisasi dasar bagi anak balita dari penduduk golongan miskin lebih rendah dibanding golongan kaya. Tingginya kematian anak dan balita yang berstatus gizi kurang dan buruk  di daerah pedesaan relatif lebih tinggi dibanding anak perkotaan. Sedangkan kematian ibu yang tinggi dikarenakan masih rendahnya persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Hal ini semua dikarenakan oleh berbagai hal yaitu selain penduduk miskin lebih rentan terhadap berbagai infeksi seperti ISPA, diare, tetanus neonatorum, juga karena berbagai komplikasi lain serta karena penyakit tuberkulosis paru, malaria dan HIV/AIDS yang lebih banyak diderita oleh penduduk miskin.  Akses pelayanan kesehatan yang rendah ini disebabkan karena kendala geografis, psikologis, dasar indikator angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup dan prevalensi gizi kurang.

2.  Masalah double burden of diseases
Pergeseran pola penyakit infeksi seperti tuberculosis paru, ISPA, malaria, diare dan penyakit kulit menjadi penyakit jantung & pembuluh darah , diabetes mellitus (DM) dan kanker, telah menyebabkan terjadinya polarisasi penyakit Penyakit tidak menular tersebut telah menduduki urutan ke – 5 besar penyakit terbanyak di Indonesia .Selain itu, penyakit baru ( emerging diseases) seperti demam berdarah (DBD), HIV dan AIDS, Chikungunya dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS) mulai bermunculan. Polarisasi penyakit tersebut menjadikan beban ganda dalam waktu yang bersamaan (double burden), disertai meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur umur penduduk yang bergeser ke usia produktif dan lanjut menyebabkan terjadinya tuntutan perubahan jumlah dan jenis pelayanan kesehatan masyarakat

3.  Rendahnya upaya pencegahan dan perilaku hidup sehat
Masalah kesehatan masyarakat Indonesia sebenarnya dapat dicegah secara teoritis atau diintervensi dengan upaya sederhana dan terjangkau, namun kenyataannya berbagai masalah masih muncul akibat rendahnya pelayanan pencegahan kesehatan (Wilopo, 2006). Oleh karena itu , upaya peningkatan pencegahan kesehatan dasar merupakan masalah pokok dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Rendahnya upaya peningkatan pencegahan  kesehatan dasar merupakan masalah pokok dapat dilihat dari berbagai indikator  seperti angka imunisasi lengkap, angka anak diare, angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan , angka penemuan kasus TB baru ( Case Detection Rate). Cakupan imunisasi lengkap untuk umur  12 – 23 bulan ternyata baru mencapai 58%, dengan variasi antara 23.7% di Papua Barat dan 93,8% di DIY . Perilaku masyarakat yang tidak sehat lainnya adalah tingginya kebiasaan merokok yaitu sebesar yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. 

4.  Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan
Hal ini terlihat dari masih rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih baru mencapai 50%.

5.  Masih rendahnya keterjangkauan pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan
Hampir di semua kabupaten atau Kota telah memiliki RS Pemerintah, namun kualitas pelayanan sebagian besar masih rendah, yang berakibat banyak anggota masyarakat kurang puas terhadap mutu pelayanan RS dan Puskesmas. Ketidak puasan terutama dikarenakan lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi dan lamanya waktu tunggu.

6.  Mahalnya harga obat dan pembiyaan kesehatan
Berbagai suplemen dan obat-obatan  dan makanan semakin banyak di pasaran yang dijual bebas. Masyarakat membutuhkan pelayanan dalam menjamin kualitas obat dan makanan yang beredar dan dikonsumsi. Karena sebagai dampak globalisasi yang terkait perdagangan bebas, kondisi kesehatan masyarakat, menjadi semakin rentan akibat konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan dan mutu dan keamanan. Pendidikan tentang bahaya penggunaan obat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat perlu dilakukan terus menerus. Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat masyarakat mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang merupakan faktor pendukung (enabling factors) masyarakat untuk berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia melalui asuransi kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja sektor industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal dan asuransi perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya kuratif yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi atau habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma masyarakat menjadi Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan secara terus menerus.

7. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi yang tidak merata
  • Indonesia membutuhkan kecukupan tenaga kesehatan di semua aspek. Pada tahun 2007 diperkirakan per 100.000 penduduk baru dapat dilayani oleh 7,7 dokter umum, 2.7 dokter gigi, 3.0 dokter spesialis dan 8.0 bidan . Sedangkan Tenaga Kesehatan Masyarakat per 100.000 penduduk baru dilayani oleh 0.5 Sarjana Kesehatan Masyarakat, 1.7 Apotheker, 6.6 ahli gizi, 0.1 tenaga epidemiologi, 4.7 tenaga sanitasi. Keterbatasan ini diperburuk dengan  ketidak merataannya tenaga kesehatan misalnya sebanyak  2/3 tenaga kesehatan berada di pulau Jawa. Penyebaran tenaga kesehatan yang belum merata,
  • Mutu pendidikan yang belum memadai,
  • Komposisi tenaga kesehatan yang timpang karena masih sangat didominasi oleh tenaga medis serta
  • Kinerja dan produktivitas yang rendah.
  • Koordinasi lintas sektor khususnya dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal peningkatan jumlah lulusan 4 dokter spesialis dasar yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit kabupaten untuk meningkatkan mutu pelayanannya masih kurang.
  • Disamping itu, diperlukan juga tinjauan dan penataan ulang sistem pendidikan tenaga kesehatan lainnya baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
  • Isu pengembangan tenaga kesehatan adalah pendayagunaan tenaga, dimana distribusi tenaga yang tidak merata menjadi masalah utama.
  • Pengembangan karier tenaga sangat perlu dikembangkan, yang meliputi tenaga sektor publik dan tenaga kesehatan sektor swasta.
  • Semua upaya diatas memerlukan dukungan sistem informasi tenaga yang menyeluruh, terpadu dan berdaya guna.
  • Petugas kesehatan yang professional
  • Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi). Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan di bawah standar akibat beberapa syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan ketenagaan di Indonesia yang terjadi karena kurangnya tenaga sesuai kompetensi atau tidak terdistribusi secara merata melahirkan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai kompetensinya. Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan standar pelayanan belum dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan dan keterpaksaan. Walaupun pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi tenaga kesehatan maupun program peningkatan kompetensi dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan tetapi belum seluruh petugas kesehatan mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas kesehatan yang masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan. Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
Selain itu masalah-masalah kesehatan terkait factor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain.
-          Lingkungan
Lingkungan yang bersih dan sehat tentu akan mempengaruhi derajat kesehatan di mana masyarakat akan lebih sehat. Indoneisa yang merupakan Negara berkembang di mana masyarakatnya masih tidak peduli dengan keadaan lingkungan sekitar sehingga tak jarang banyak penyakit yang menyerang masyarakat akibat lingkungan yang kotor dan tercemar seperti diare, malaria dan sebagainya.

-          Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum di Amerika Serikat  memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah kesehatan sebagai akibat masih rendah pengetahuan kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat dengan harapan sasaran dapat berperilaku sehat. Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang diharapkan oleh petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
-          Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat kesehatan optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar membutuhkan syarat ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan. Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku sehat masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta membutuhkan prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang profesional), sumber daya sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung) seta sumber daya dana (pembiayaan kesehatan). Di sebagian besar wilayah Indonesia,sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
-          Keturunan (genetik)
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti hemophilia, Diabetes Mellitus, infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah sosial seperti keretakan rumah tangga sampai perceraian, kemiskinan dan kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang timbul akibat faktor genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap penyebab genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi pendidikan kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil keputusan (tokoh agama, tokoh masyarakat dan penguasa wilayah). Intervensi berupa pendidikan kesehatan melalui konseling genetik, penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan pentingnya pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau masalah kesehatan pada keturunannya.

v  Kerjasama Lintas Sektor
  • Masalah kesehatan adalah merupakan masalah nasional perlu kerjasama lintas sektor
  • Isu utamanya adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kerjasama lintas sektor yang lebih efektif (selama ini cenderung, kurang koordinasi dan kerjasama)
  • Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama in hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor.
  • Beberapa program sektoral masih ada yang tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.
  • Sebagian dari masalah kesehatan adalah akibat dari beberapa faktor, terutama lingkungan dan perilaku, berkaitan erat dengan berbagai kebijaksanaan maupun pelaksanaan program di sektor luar kesehatan.
  • Untuk itu diperlukan pendekatan lintas sektor yang sangat baik, agar sektor terkait dapat selalu memperhitungkan dampak programnya terhadap kesehatan masyarakat.
  • Demikian pula peningkatan upaya dan manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor-sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan, dan sosial budaya.
  • Subsidi pemerintah hanya 30 persen dari total biaya kesehatan, sedangkan 70 persen biaya kesehatan masih merupakan tanggung jawab masyarakat, dan didominasi oleh sistem pembayaran tunai secara individual.
  • Dampak dari keadaan tersebut diatas adalah kesulitan dalam menerapkan kebijakan kendali biaya dan juga memberatkan pemakai jasa pelayanan.
  • Padahal biaya kesehatan cenderung akan semakin meningkat dan menjadi tidak terjangkau apabila pola pembiayaan seperti diuraikan diatas masih terus berlangsung
v  Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan
  • Pola penentuan kebijakan dan pola pembiayaan yang telah diterapkan selama ini berpengaruh sangat kuat terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
  • Mutu pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku sulit diperoleh, terutama bagi masyarakat miskin dan masyarakat yang berada di daerah terpencil.
  • Penyelenggaran pembangunan kesehatan masih belum ditopang oleh pemanfaatan kemajuan ilmu dan teknologi yang tepat guna.
  • Penyelenggara pembangunan kesehatan masih belum sepenuhnya menerapkan etika dan moral yang tinggi.
  • Dampak dari kondisi tersebut adalah penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia yang belum sepenuhnya dilaksanakan secara profesional.

v  Mutu Sarana Kesehatan
  • Sekalipun jumlah dan penyebaran sarana kesehatan dinilai telah memadai, namun jika ditinjau dari aspek mutu, pelayanan masih dibawah standar.
  • Beberapa sarana kesehatan lainnya, seperti rumah sakit belum memenuhi standar minimal.
  • Dalam keadaan seperti ini, mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menjadi masih jauh dari yang diharapkan.
  • Iklim yang kondusif bagi peningkatan peran serta swasta baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan belum tercipta secara optimal.
  • Birokrasi dalam segi perijinan dan peraturan yang harus ditempuh seakan-akan menghambat partisipasi sektor swasta dalam pembangunan kesehatan

v  Perbekalan Kesehatan
  • Sebagian besar bahan baku obat untuk keperluan industri farmasi dan alat kesehatan yang berteknologi maju masih tergantung dari impor yang menyebabkan harganya meningkat karena depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
  • Aksesibilitas masyarakat yang membutuhkan, diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur yaitu jalur pelayanan sektor publik dan sektor swasta.
  • Kemampuan analisis kebutuhan obat esensial yang menggunakan pendekatan bottom up planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama.
  • Masalah lain adalah yang menyangkut pemeliharaan perbekalan kesehatan, disamping standarisasi dan kaliberasi alat-alat yang digunakan.
Selain itu masalah kesehatan di Indonesia terkait dengan transisi kesehatan
Fenomena transisi kesehatan kini menjadi tantangan di dunia kesehatan Indonesia. Insiden penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tetap tinggi. Di Indonesia juga terjadi kesenjangan sosial yang mencolok. Pada tingkat sosial ekonomi yang rendah, penyakit infeksi seperti Tuberkulosis, Kusta, dan Diare, masih tetap tinggi. Penyakit menular lainnya, New Emerging Disease seperti Flu Burung dan SARS juga terus bermunculan, sedangkan penyakit “lama”, diantaranya Malaria, Kolera, dan Difteri, timbul kembali (Re-Emerging Disease). Menurut penelitian oleh Prasedono dkk pada tahun 2005 di daerah Sumatera, Jawa, dan Bali jumlah kematian akibat penyakit tidak menular ditemukan lebih tinggi daripada jumlah kematian akibat penyakit menular. Akan tetapi, menurut penelitian tersebut, di Kawasan Indonesia Timur penyebab kematian utama masih merupakan penyakit menular.
Transisi kesehatan disebabkan oleh dua hal, yaitu transisi demografi dan transisi epidemiologi. Transisi demografi diakibatkan oleh perubahan-perubahan seperti urbanisasi, industrialisasi, meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan, serta berkembangnya teknologi kesehatan dan kedokteran di masyarakat. Sedangkan transisi epidemiologi muncul karena perubahan pola kematian, terutama akibat infeksi, angka fertilitas total, angka harapan hidup penduduk yang semakin tinggi, dan meningkatnya penyakit tidak menular atau yang disebut juga sebagai penyakit kronik.
Menurut dr.Endang Rahayu Sedyaningsih,MPH,Dr.PH, Menteri Kesehatan Republik Indonesia pembangunan kesehatan Indonesia kini diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, selain dari peningkatan atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama penduduk miskin. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi, sedangkan preventif merupakan usaha pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit atau terhindar dari penyakit. Upaya promotif dan preventif tersebut meliputi penyakit menular dan penyakit tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku, dan kewaspadaan dini.
Di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun (1985-2000) angka kematian akibat penyakit infeksi seperti diare, diphteri, pertusis, campak, tetanus, dan malaria menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Namun masih ada penyakit infeksi sebagai penyebab kematian yang mengalamipeningkatan seperti tuberculosis, tifus dan hepatitis virus. Sebaliknya angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit degeneratif, yaitu penyakit jantung-pembuluh darah dan neoplasma meningkat dengan tajam hampir tiga kali lipat (Djaja, 2001). Hal ini berarti di Indonesia transisi epidemiologi masih terns berlangsung sebagai akibat transisi demografi dan kesenjangan sosial ekonomi yang besar. Begitu juga pada masa kini, penyakit yang paling banyak menyerang masyarakat adalah penyakit tidak menular.
Transisi epidemiologi dan demografi, juga perkembangan ekonomi mengakibatkan negara-negara menghadapi peningkatan beban akibat Penyakit Tidak Menular (PTM). Pada 1999, PTM diperkirakan bertanggung jawab terhadap hampir 60% kematian di dunia dan 43% dari beban penyakit dunia . Diprediksikan pada tahun 2020 penyakit ini akan mencapai 73 persen kematian di dunia dan 60 persen dari beban penyakit dunia (WHO, 2002).
Di negara WHO SEARO (South East Asia Regional Office) termasuk Indonesia pada tahun 2000 dilaporkan 52 persen penyebab kematian adalah akibat PTM, 9 persen akibat kecelakaan dan 39 persen akibat Penyakit Menular (PM) serta penyakit lainnya. Ini berarti di negara berkembang telah terjadi pergeseran penyakit penyebab kematian utama, dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
Adanya perubahan gaya hidup akibat era globalisasi yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko penyebab yang seharusnya dapat dicegah mengakibatkan penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gaya hidup dan disabilitas akibat penyakit kronis akan mengalami peningkatan dengan meningkatnya umur harapan hidup, sementara penyakit menular tertentu masih tetap tinggi.
Melalui serangkaian studi mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan menunjukkan adanya pergeseran transisi kesehatan. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini meperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik serta dampak dari program keluarga berencana. Meski demikian masih terdapat tantangan baru sebagai akibat perubahan sosial dan ekonomi:
1. Pola penyakit yang semakin kompleks, Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Kemudian saat ini penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Perubahan yang diiringi semakin kompleksnya pola penyakit merupakan tantangan terbesar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
2. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan. Dibanyak propinsi, angka kematian bayi dan anak terlihat lebih buruk dibandingkan dengan situasi di beberapa negara Asia termiskin. Kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang pal­ing buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan.  Kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun dari keluarga termiskin mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga terkaya. Tingginya tingkat terkena penyakit, baik yang disebabkan dari penyakit menular maupun penyakit tidak menular, telah mengurangi kemampuan orang miskin untuk menghasilkan pendapatan, dan hal ini berdampak pada lingkaran setan kemiskinan.
3. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasiitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta. Program kontrol penyakit tuberkulosis (TB) diindikasikan hanya mengurangi kurang dari sepertiga penduduk yang diperkirakan merupakan penderita baru tuberkulosis. Secara keseluruhan, pengunaan fasiitas kesehatan umum terus menurun dan semakin banyak orang Indonesia memiih fasiitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indo­nesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua pertiga fasiitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
4. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang. Pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara keseluruhan, total pengeluaran untuk kesehatan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran pemerintah maupun pribadi untuk kesehatan. Lebih lanjut, cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Dampaknya, mereka menerima lebih sedikit subsidi dana pemerintah untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk yang kaya. Sebanyak 20 persen penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10 persen total subsidi kesehatan pemerintah sementara seperlima penduduk terkaya menikmati lebih dari 40 persen.
5. Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru. Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasiitas kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan berdampak juga pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang penting.
6. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir. Diperkirakan sekitar 120. 000 penduduk Indo­nesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih lambat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan virus tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.
Selain itu masalah gizi pada anak-anak juga masih melanda Indoneisa terutama di daerah-daerah berkembang.

2.2. Masalah kesehatan terkini di dunia
Masalah kesehatan yang melanda dunia adalah masalah kesehatan terkait dengan kesehatan  ibu dan anak, kesehatan reproduksi wanita, penyakit tidak menular dan penyakit menular, masalah kesehatan pada remaja. Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.  Semuanya itu telah diperhatikan oleh beberapa negera di dunia terutama negera-negara maju. Masalah kesehatan yang paling tinggi adalah Adanya perubahan gaya hidup akibat era globalisasi yang juga dibarengi dengan ketidaktahuan akan faktor risiko penyebab yang seharusnya dapat dicegah mengakibatkan penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gaya hidup dan disabilitas akibat penyakit kronis akan mengalami peningkatan dengan meningkatnya umur harapan hidup, sementara penyakit menular tertentu masih tetap tinggi.
Untuk penyakit tidak menular dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan perubahan gaya hidup akbiat era globalisasi. Penyakit-penyakit yang perlu di waspadai karena merupakan masalah kesehatan dunia terkini antara lain.


1. Hipertensi
Hipertensi kini merupakan masalah kesehatan dunia yang mencemaskan dan menyebabkan beban biaya kesehatan semakin meningkat .Dalam statistik kesehatan dunia tahun 2012, WHO melaporkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi beresiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat stroke dan 45% dari jantung koroner. Pada tahun 2011, WHO mencatat satu  ilyar orang di dunia menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di dunia terkena serangannya. Peringatan WHO tahun 2013 mengusung tema hipertensi karena banyak orang yang tak mengenali dan memahami bahayanya. Hipertensi sering kali tak bergejala sehingga sering di sebut Silent Killer atau pembunuh terselubung yang tak di sadari.
2. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena diketahui menjadi penyebab kematian nomor satu
3. Stroke
Menjadi salah satu masalah kesehatan karena menurut WHO merupakan penyebab kematian kedua setelah jantung koroner.
Dan penyakit-penyakit tidak menular lainnya. PTM dikenal dengan sebutan Silent Killer, bisa membunuh secara diam-diam, dan ketika terdeteksi oleh penderita, sudah pada tingkat keparahan yang tinggi dan sudah sulit disembuhkan, dan biasanya akan berakhir dengan kecacatan atau kematian. Tidak ada Faktor yang spesifik dan dominan penyebab PTM ini. Faktor risiko penyakit ini cukup banyak dan saling berinteraksi. Berbagai penelitian menyebutkan faktor risiko yang sering ditemukan adalah pada perilaku yaitu merokok, minum beralkohol, makanan (Fastfood dengan kolestrol tinggi), dan kurangnya aktivitas fisik. Pencegahan yang bisa kita lakukan ya..dengan mengubah perilaku kita menjadi perilaku yang sehat,menjaga pola makan yang baik dan sehat, sering berolahraga dan hindari rokok dan minum alkohol.
Adanya penyakit infeksi yang baru ataupun penyakit infeksi lama yang muncul kembali merupakan konskuensi logis dari sebuah proses evolusi alam, selain itu kemampuan mikroba pathogen untuk mengubah dirinya, manusia dengan perubahan teknologi dan perilakunya juga memberikan peluang kepada mikroba untuk secara alamiah merekayasa dirinya secara genetik, perubahan iklim global juga turut campur dalam timbul dan berkembangnya penyakit baru ini.Penyakit infeksi yang menjadi masalah dunia adalah (new emerging Infectious Disease). Sebut saja HIV (1983), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009). Penyakit ini rata-rata disebabkan oleh virus lama yang berganti baju (baca:bermutasi) itulah yang menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya dengan cepat. Akibatnya angka kesakitan dan kematian pada penyakit ini sangat tinggi dan berlangsung sangat cepat. 












BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Permasalahan kesehatan terkini di Indonesia berkaitan dengan  Derajat Kesehatan , Kerjasama Lintas Sektoral, Kebijakan Pembangunan Kesehatan , Sistem Pembiayaan Pembangunan Kesehatan , Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan , Mutu Sarana Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan. Selain itu terkait dengan transisi kesehatan yaitu transisi demografi dan epidemiologi di mana sekarang penyakit yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat tertinggi adalah penyakit tidak menular selain dari penyakit menular. Permasalah kesehatan terkini di dunia lebih pada penyakit tidak menular yang semakin merajalela seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, diabetes mellitus dan sebagainya.
3.2. SARAN
Pemerintah Indonesia lebih memperhatikan permasalahn kesehatan yang ada dengan membentuk program-program kesehatan yang tepat sasaran. Dapat lebih mengatur pembiayaan kesehatan secara lebih baik. Tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik sehingga masyarakat tidak khawatir begitu pula dengan masyarakat agar lebih memperhatikan perlikau hidup bersih dan sehat sehingga terhindar dari berbagai masalah kesehatan.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar